Tidak ada habisnya jika kita membahas
negara Indonesia. Dari mulai kekayaan alamnya, budaya, makanan, tempat wisata,
termasuk masalah-masalahnya. Indonesia
adalah salah satu negara yang jumlah penduduknya terbanyak ke-4 di dunia.
Berdasarkan data dari Sensus Penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) Republik Indonesia, diketahui jumlah suku di Indonesia yang berhasil
terdata adalah sebanyak 1.128 suku bangsa. Namun jumlah tersebut masih saja kurang
dari jumlah yang sebenarnya, hal ini dikarenakan luas wilayah Indonesia yang
begitu luas dan terdapat beberapa wilayah pedalaman yang masih sulit dijangkau.
Dilansir dari PosKotaNews.com Indonesia memiliki 726 bahasa daerah, namun baru
456 yang berhasil dipetakan. Bahasa daerah yang belum berhasil dipetakan itu
kemungkinan telah punah karena tidak ada penuturnya lagi.
Terbayang bukan, betapa banyaknya
budaya-budaya yang dihasilkan dari beribu suku bangsa. Indahnya Indonesia yang
begitu banyak keragaman budaya. Tapi itu tidak seindah yang dibayangkan.
Nyatanya, masih ada saja konflik antar suku bangsa yang mewarnai Indonesia
tercinta ini.
Berikut
contoh konflik dilansir dari Tempo.co:
1. Tragedi Sampit
gallery.asiaforest.org |
Tragedi
ini bermula dari konflik antara kelompok etnis Dayak dan Madura yang terjadi di
Sampit, Kalimantan Tengah. Tempo mencatat konflik bermula pada 18 Februari 2001
saat empat anggota keluarga Madura, Matayo, Haris, Kama dan istrinya, tewas
dibunuh. Warga Madura lantas mendatangi rumah milik suku Dayak bernama Timil
yang dianggap telah menyembunyikan si pembunuh. Massa meminta agar Timil
menyerahkan pelaku pembunuhan itu. Karena permintaan mereka tidak dituruti,
massa marah dan membakar rumah. Insiden malam itu dapat dihentikan polisi.
Sayang, pembakaran terus meluas ke rumah-rumah lainnya.
Warga Dayak pinggiran Sampit pun mulai berdatangan, baik melalui darat maupun sungai. Etnis Madura dikejar dan dibunuh. Penduduk asli sepertinya tahu di mana kantong-kantong warga Madura berada. Tua-muda pria-wanita menjadi sasaran pembunuhan. Di beberapa ruas jalan, tampak bergelimangan tubuh korban tanpa kepala.
Sebagian besar warga dari etnis Madura harus diungsikan ke Jawa Timur dan Jawa Tengah. Korban bertambah dan sudah tidak bisa dihitung berapa rumah dan fasilitas umum yang terbakar. Diperkirakan korban jiwa mencapai angka 469 orang dalam konflik yang berlangsung selama 10 hari ini.
2. Konflik Maluku
Warga Dayak pinggiran Sampit pun mulai berdatangan, baik melalui darat maupun sungai. Etnis Madura dikejar dan dibunuh. Penduduk asli sepertinya tahu di mana kantong-kantong warga Madura berada. Tua-muda pria-wanita menjadi sasaran pembunuhan. Di beberapa ruas jalan, tampak bergelimangan tubuh korban tanpa kepala.
Sebagian besar warga dari etnis Madura harus diungsikan ke Jawa Timur dan Jawa Tengah. Korban bertambah dan sudah tidak bisa dihitung berapa rumah dan fasilitas umum yang terbakar. Diperkirakan korban jiwa mencapai angka 469 orang dalam konflik yang berlangsung selama 10 hari ini.
2. Konflik Maluku
Konflik
ini adalah konflik kekerasan dengan latar belakang perbedaan agama yakni antara
kelompok Islam dan Kristen. Konflik Maluku disebut menelan korban terbanyak
yakni sekitar 8-9 ribu orang tewas. Selain itu, lebih dari 29 ribu rumah
terbakar, serta 45 masjid, 47 gereja, 719 toko, 38 gedung pemerintahan, dan 4
bank hancur. Rentang konflik yang terjadi juga yang paling lama, yakni sampai 4
tahun.
3. Konflik 1998
3. Konflik 1998
dresspanjang.tk |
Krisis ekonomi berujung menjadi konflik sosial pada penghujung Orde Baru. Jatuhnya Soeharto ditandai dengan merebaknya kerusuhan di berbagai wilayah di Indonesia. Pada kerusuhan tersebut, banyak toko dan perusahaan dihancurkan massa yang mengamuk. Sasaran utama adalah properti milik warga etnis Tionghoa.
Perempuan keturunan Tionghoa bahkan menjadi korban pelecahan dan pemerkosaan dalam kerusuhan itu. Banyak yang diperkosa beramai-ramai, dianiaya, lalu dibunuh. Di antara etnis Tionghoa, banyak yang meninggalkan Indonesia untuk mencari keselamatan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan 21 Mei sebagai Hari Dialog dan Keberagaman sejak 2002. Peringatan hari ini berawal saat UNESCO mengeluarkan Deklarasi Universal tentang Keberagaman Budaya. Melalui Resolusi Nomor 57/249, ditetapkanlah 21 Mei sebagai hari merayakan keberagaman di seluruh dunia.
PBB mencatat sebanyak 75 persen dari konflik besar yang terjadi di dunia saat ini berakar pada dimensi kultural. PBB pun mencanangkan dialog untuk menjembatani budaya demi menciptakan perdamaian. Tindakan sederhana yang disarankan PBB untuk merayakan keberagaman budaya antara lain mengunjungi pameran kebudayaan, mendengarkan musik dari kebudayaan berbeda, mengundang tetangga beda agama atau suku untuk makan bersama, atau menonton film yang berkisah seputar budaya berbeda.
Agar tidak terjadi hal yang diinginkan seperti contoh-contoh kasus di atas, alangkah
baiknya jika kita sebagai bangsa yang beragam suku bangsa perlu memiliki sikap
seperti:
a. Menghargai dan menghormati
perbedaan suku bangsa, dan agama
b. Tidak membeda-bedakan
seseorang berdasarkan suku bangsa atau agamanya
c. Saling tolong-menolong
sebagai sesame manusia
d. Dan bersama-sama membangun
Indonesia menjadi Negara yang aman, damai, dan sejahtera
Keberagaman ternyata tidak selamanya
baik. Namun kembali pada pribadi masing-masing bagaimana memandang keberagaman
tersebut. Kita sebagai warga negara Indonesia yang memang beragam suku bangsa
harusnya mencintai keberagaman tersebut. Caranya yaitu dengan mencintai dan
mengenal budaya di Indonesia. Jika merasa terlalu banyak, minimal kita mencintai
dan telah mengenal budaya dari suku asal sendiri. Tentunya tidak dengan sikap
etnosentrisme dan stereotipe kepada suku lain. Toleransi beragama juga sangat
diperlukan. Jika semua telah menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut, Indonesia
akan damai dan nyaman. Keberagaman itu indah bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar